Green Days for Green Worlds

save our worlds from global warming

Custom Search

Friday, December 12, 2008

Tsunami is one of the impact from global warming

Tsunami is a series of large waves of extremely long wavelength and period usually generated by a violent, impulsive undersea disturbance or activity near the coast or in the ocean. When a sudden displacement of a large volume of water occurs, or if the sea floor is suddenly raised or dropped by an earthquake, big tsunami waves can be formed by forces of gravity. Earthquakes, landslides, volcanic eruptions, explosions, and even the impact of cosmic bodies, such as meteorites, can generate tsunamis. Tsunamis can savagely attack coastlines, causing devastating property damage and loss of life.

Tsunamis can be generated when the sea floor abruptly deforms and vertically displaces the overlying water. Tectonic earthquakes are a particular kind of earthquakes that are associated with the earth's crustal deformation; when these earthquakes occur beneath the sea, the water above the deformed area is displaced from its equilibrium position. Waves are formed as the displaced water mass, which acts under the influence of gravity, attempts to regain its equilibrium. When large areas of the sea floor elevate or subside, a tsunami can be created.

Just like other water waves, tsunamis begin to lose energy as they rush onshore - part of the wave energy is reflected offshore, while the shoreward-propagating wave energy is dissipated through bottom friction and turbulence. Despite these losses, tsunamis still reach the coast with tremendous amounts of energy. Tsunamis have great erosional potential, stripping beaches of sand that may have taken years to accumulate and undermining trees and other coastal vegetation. Capable of inundating, or flooding, hundreds of meters inland past the typical high-water level, the fast-moving water associated with the inundating tsunami can crush homes and other coastal structures. Tsunamis may reach a maximum vertical height onshore above sea level, often called a run up height, of 10, 20, and even 30 meters.

There are several things which we can do when tsunami come :

1. If you are at home and hear there is a tsunami warning, you should make sure your entire family is aware of the tsunami. Your family should evacuate your house if you live in a tsunami evacuation zone.

2. If you are at the beach or near the ocean and you feel the earth shake, move immediately to higher ground. Do not wait for a tsunami warning to be announced.

3. If you are on a ship or boat, do not return to port if you are at sea and a tsunami warning has been issued for your area. Tsunami can cause rapid changes in water level and unpredictable dangerous current in harbours and ports.

Labels:

Friday, December 5, 2008

10 Phenomena of Global Warming

Ada yang bilang pemanasan global itu hanya khayalan para pecinta lingkungan। Ada yang bilang itu sudah takdir. Ilmuwan juga masih pro dan kontra soal itu. Yang pasti, fenomena alam itu bisa dirasakan dalam 10 kejadian berikut ini. Dan yang pasti ini bukan imajinasi belaka, sebab kita sudah mengalaminya.

  1. Kebakaran hutan besar-besaran
    Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut terbakar ludes। Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.
  2. Situs purbakala cepat rusak
    Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam। banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar belum lama ini.
  3. Ketinggian gunung berkurang
    Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan ketinggian। Ini diakibatkan melelehnya es di puncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan perlahan terangkat kembali.
  4. Satelit bergerak lebih cepat
    Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa। Udara di bagian terluat atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.
  5. Hanya yang Terkuat yang Bertahan
    Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup। Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementar mereka yang lebih tangkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua mahluk hidup termasuk manusia.
  6. Pelelehan Besar-besaran
    Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gununges, tapi juga semua lapisan tanah yang selama ini membeku। Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.
  7. Keganjilan di Daerah Kutub
    Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih “heboh” di daerah kutub। Riset di sekitar sumber airyang hilang tersebut memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.
  8. Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara
    Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman danhewan di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan saatmatahari terbenam pada biota Kutub Utara। Tanaman di situ yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba.
  9. Habitat Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi
    Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebihtinggi demi menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan। Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran lebih tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.
  10. Peningkatan Kasus Alergi
    Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di matasaat musim semi, maka salahkanlah pemanasan global। Beberapa dekade terakhir kasus alergi dan asma di kalangan orang Amerika alami peningkatan. Pola hidupdan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih banyak serbuk sari.

Diterjemahkan secara bebas dari www.livescience.com

Labels:

Green Days for Green Worlds

To All my friends in the world

OPEN YOUR HEART
OPEN YOUR MIND
SAVE YOUR WORLD
SAVE YOUR NATION
SAVE HUMAN LIFE
SEND THIS MESSAGE & SHARE TO ALL YOUR FRIEND & YOUR COMMUNITY.
GOD BLESS ALL OF US IN THIS WORLD

Just sharing ......., info dari teman...

Tahun 2040 : 2.000 pulau tenggelam

Mungkin Anda menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah suatu masalah yang perlu kita risaukan.

"Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?" barangkali begitulah Anda berpikir.

Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) memublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 - 0,3ºC.

Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi - kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. - Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. - Napas tersengal oleh asap dan debu. - Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. - Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh pulau. - Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.

Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu minimum kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17ºC per tahun.

Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87ºC per tahun.

Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia , yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.

Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan.

Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daera-daerah di Jakarta (seperti: Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti: Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.

Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan laut bumi - termasuk laut di seputar Indonesia - terus meningkat.

Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.

Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca tadi.

Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah kaca.

Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara.

Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4, 18%), ozon (O3, 12%), dan clorofluorocarbon (CFC, 14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi.

Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC model lama. Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu rumah kaca.

Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim. Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari normal. Banyak orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang merendam lebih dari separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35% rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah penyebab makin panasnya udara Jakarta . Itu sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia , melainkan juga warga dunia.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak tersisa. Di saat itu, anak-anak kita tak lagi bisa menghirup udara bersih.

Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi, bumi akan sepanas planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan, termasuk anak-anak kita nanti.

Cara-cara praktis dan sederhana 'mendinginkan' bumi :

1. Matikan listrik. (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).

2. Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).

3. Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).

4. Jika terpaksa memakai AC, tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24º C.

5. Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).

6. Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater. 7. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda.

8. Jemur pakaian di luar (Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin [dryer] yang banyak mengeluarkan emisi karbon).

9. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).

10. Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).

11. Say no to plastic. (Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali).

12. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi. SAVE OUR EARTH!!

Labels:

Busby SEO Test
Busby SEO Test